Rabu, 13 Juni 2012

Hukum Perundang Undang


Abstract
The stipulation of a welfare and law state contributes a consequence that the prevailing law will provide assurances for all nations and each individual from unfair and arbitrarily conducts. The law should protect each citizen so that their rights as a citizen and human rights will be assured. All of these can only be conducted if the terms on the “assurance” are written in the constitution. Within such conception, the politics of law reform should be based on the implementations of nation ideals and or national goals. Thus, the reformed law resulted from the legislation machines can be prevailed nationally, non over lapping, hierarchically structured and based on the constitution. However, if the result is a deviant legislation, then it will still become the implementation of the national goals. Therefore, a grand design should be made so that the politics of legislations has a clear directions and acceleration towards the accomplishments of welfare state. In addition, the nature of the politics of legislations is politics policies that determine which prevailed legislations that will arrange various community and state lives.
Abstrak
Penetapan suatu negara sebagai negara hukum yang berkesejahteraan memberikan konsekuensi bahwa hukum yang berlaku akan memberikan jaminan terhadap segenap bangsa, segenap individu dari perlakuan tidak adil dan perbuatan sewenang-wenang. Hukum harus mengayomi setiap warga bangsa agar hak-haknya sebagai warga negara dan hak asasi manusianya terjamin. Di mana hal ini hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan tentang “jaminan” tersebut dituangkan dalam konstitusi. Dalam konsepsi seperti ini, maka politik pembaharuan hukum harus merupakan pelaksanaan cita-cita bangsa dan atau tujuan nasional. Sehingga hukum yang dihasilkan dari mesin legislasi dapat berlaku secara nasional, tidak tumpang tindih, tersusun secara hierarki dan bermuara pada konstitusi. Namun, jika terpaksa dilahirkan perundang-undangan yang menyimpang, maka ia tetap merupakan pelaksanaan tujuan nasional. Untuk itu grand design perlu disusun agar politik hukum perundang-undangan memiliki arah yang jelas dan akselerasi terhadap terwujudnya negara kesejahteraan. Sebab, hakikatnya politik hukum adalah kebijakan politik yang menentukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

A. Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Konsepsi negara hukum yang diinginkan oleh founding fathers sejak awal perjuangan kemerdekaan ini terlihat jelas dengan dimuatnya pokok-pokok pikiran dasar dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan dan pernyataan bahwa pemerintah negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini memberikan arah dan harapan bahwa hukum akan melindungi segenap rakyat, segenap individu dari perlakukan tidak adil dan perbuatan sewenang-wenang. Hukum akan mengayomi setiap warga bangsa agar hak-haknya sebagai warga negara dan hak asasi manusia-nya terjamin.
Namun, sejarah menunjukan bahwa selalu saja terdapat kesenjangan atas apa yang diharapkan dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapi. Dalam hal ini, meskipun pemerintah telah memiliki idealisme dan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dan cita-cita dengan kenyataan yang terjadi itu. Pemerintah juga telah berjuang, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengatasi keadaan itu, tetapi hasilnya hingga saat sekarang memang belum dapat memuaskan semua warga negara, masih banyak dari mereka yang belum memiliki akses terhadap keadilan (access to justice).
Namun “kesenjangan” yang masih ada seperti itu tidak boleh membuat kita semua kehilangan energi, kehilangan semangat atau menyerah, apa lagi putus asa untuk tetap memperjuangkan. Perjuangan untuk mewujudkan suatu yang ideal memang memerlukan waktu yang sangat panjang, generasi demi generasi. Hal ini juga terjadi di negara-negara maju, seperti Eropa, Amerika dan Jepang di mana sebuah peradaban, tatatanan dan sistem nilainya dibangun dalam waktu yang sangat panjang, generasi demi generasi.
Oleh karena itu kita semua harus memiliki keyakinan bahwa suatu saat nanti, apa yang menjadi harapan itu akan menjadi kenyataan. Meskipun juga harus disadari bahwa problema kemanusiaan akan selalu muncul sepanjang kehidupan manusia. Karena itu setiap generasi, termasuk generasi sekarang harus berbuat secara maksimal untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Sehingga apa yang telah dirintis dan telah diperbuat oleh generasi sekarang akan diteruskan oleh generasi-generasi yang akan datang. Tugas mereka nanti adalah mengatasi masalah yang muncul pada zamannya. Tugas kita adalah menyelesaikan masalah-masalah yang sekarang kita hadapi, sambil memberikan landasan bagi penyelesaian masalah-masalah yang akan muncul di masa depan. Dan landasan itu salah satunya adalah peraturan perundang-undangan, yang merupakan bingkai pelaksanaan pembangunan nasional.
Dari konstruksi berpikir seperti itulah maka ada beberapa hal berikut yang dapat dipergunakan sebagai landasan dalam melaksanakan politik hukum perundang-undangan.

B. Visi Pembangunan Hukum
Kita semua hampir melupakan bahwa gagasan negara berlandaskan konstitusi dan hukum dalam perdebatan pada Sidang Pleno Konstituante saat membahas falsafah negara atau dasar negara, hak asasi manusia, dan pemberlakuan kembali UUD 1945 antara kurun waktu 1956-1959 ternyata tidak berkembang dan terinternalisasi ke dalam berbagai norma hukum dan praktek hukum, serta ketatanegaraan. Akibatnya, dalam waktu yang cukup lama kita mengalami suatu periode di mana hukum menjadi instrumen kekuasaan dalam menyelenggarakan berbagai kepentingan, yakni kepentingan kelompok dan kekuasaannya.
Karena itu dengan kembalinya kepada konstitusi hukum yang berlandaskan hak asasi manusia yang diupayakan oleh pemerintahan pasca orde baru melalui amandemen konstitusi sebanyak empat kali tersebut diharapkan mampu mengembangkan prinsip-prinsip negara hukum selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin kompleksnya masyarakat global. Sehingga rule of law tidak lagi dipahami sebagai konsepsi yang tipis (thiner conception) atau formal rule by law, tetapi dipahami sebagai konsepsi yang paling tebal (thicker conception), yakni substantive social welfare.
Selain itu dengan empat kali amandemen yang meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945 tersebut diarahkan untuk mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar. Hal ini jelas dimaksudkan untuk menjadikan semua lembaga-lembaga negara dalam UUD 1945 memiliki kedudukan sederajat dan berjalannya prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances), serta merupakan upaya untuk menjadikan UUD 1945 sebagai acuan dasar yang benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living constitution). Hal ini ditujukan agar supremasi konstitusi yang memang dikehendaki dalam sebuah negara hukum dapat diwujudkan.
Berdasarkan prinsip negara hukum seperti itu sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dalam hal ini harus diartikan sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Karena itu pelaksanaan politik hukum perundang-undangan tidak boleh menghadirkan hukum dan/atau peraturan perundang-undangan yang hanya untuk kepentingan penguasa. Hukum tidak boleh hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan harus menjamin kepentingan keadilan bagi semua individu, bagi semua warga bangsa. Untuk dapat menjamin hal ini, maka negara hukum yang dikembangkan bukanlah absolute rechsstaat, tetapi demokratische rechsstaat (democratic rule of law).
Sejalan dengan itu agar politik hukum perundang-undangan tetap dalam kerangka implementasi UUD 1945, maka harus selaras dengan cita-cita pembentukan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945; (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Artinya, cita-cita pembentukan negara atau biasa disebut tujuan negara itu harus dijadikan alas sekaligus arah dalam setiap penyusunan program legislasi nasional (prolegnas) dan pembahasan dalam penyusunan perundang-undangan dan peraturan lainnya. Hal ini diperlukan agar konsepsi negara hukum yang demokratis tadi dapat berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara, yakni welfare rechsstaat. Atau dalam bahasa sederhananya bahwa pelaksanaan politik hukum melalui pembaharuan hukum harus mampu membawa kemajuan, melindungi seluruh tumpah darah dan mensejahterakan seluruh warga negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar