| ||||
|
Rabu, 23 Mei 2012
Kasus HAM
Selasa, 22 Mei 2012
Kasus PT Merpati
Mantan Menteri BUMN Terseret Kasus Korupsi Merpati
NAMA mantan Menteri BUMN Sugiharto terseret kasus dugaan korupsi sewa-menyewa pesawat maskapai nasional PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dari sebuah leasing di Amerika Serikat pada 2006. Nama Sugiharto ramai disebut setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mencium adanya praktik kolaborasi merugikan negara dalam proses sewa-menyewa dua pesawat jenis Boeing tersebut.
Kasus PT merpati Nusantara
“Saat ini kami terus mencari dan mengumpulkan bukti baru atas dugaan keterlibatan pihak lain seperti mantan Menteri BUMN dan pejabat Kementerian BUMN dalam kasus sewa menyewa-pesawat yang digunakan oleh PT MNA. Sebab, proses sewa-menyewa ini dilakukan lintas departemen,” ungkap juru bicara Kejagung Noor Rochmad, di Jakarta, Sabtu 20 Agustus 2011. dalam Kasus PT Merpati Nusantara
Sugiharto yang menjabat Menteri BUMN pada saat proses sewa-menyewadalam Kasus PT Merpati Nusantara itu berlangsung, sejauh ini belum berhasil didapatkan konfirmasi atas dugaan keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Merpati, Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT Merpati, Hotasi Nababan, dan mantan Direktur Keuangan Merpati Guntur Aradea.PT merpati Nusantara
Keduanya diduga bertanggungjawab atas kerugian negara yang mencapai USD 1 juta atau setara dengan Rp 9 miliar. Namun, penetapan ini sempat diprotes kuasa hukum kedua tersangka, Lawrens TP Siburian, yang menganggap bahwa kasus korupsi ini bukanlan pelanggaran pidana korupsi, melainkan hanyalah kasus perdata.
“Silakan saja kuasa hukumnya berkoar-koar seperti itu, penetapan kedua tersangka sudah sesuai mekanisme. Bagi penyidik apa yang diungkapkan para tersangka dan kuasa hukumnya sama sekali tidak ada artinya. Jangan mimpi ada SP3 untuk kasus ini,” tegas Noor.
Kasus ini bermula dari perjanjian sewa antara PT Merpati Nusantara dengan Thirdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) pada Desember 2006. Perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat itu berjanji menyiapkan dua pesawat untuk Merpati berjenis Boeing 737 seri 400 dan 500. dalam Kasus.PT merpati Nusantara
Merpati mengirimkan US$ 1 juta atau setara dengan Rp 9 miliar ke TALG sebagai jaminan atau security deposit penyewaan. Tetapi, hingga tenggat waktu yang disepakati, yakni Januari 2007, pesawat tak kunjung datang. Begitu pula dengan duit jaminan penyewaan US$ 1 juta tak bisa ditarik kembali.
Dari beberapa bukti malah menunjukkan adanya keterlibatan pejabat Kementerian BUMN atas proses sewa- menyewa ini, dimana ada surat dari Kementerian BUMN yang ditujukan pada Direksi maupun Komisaris PT Merpati pada 14 November 2006.
Surat itu diteken Menteri BUMN saat itu, Sugiharto, dimana dalam poin-poin surat itu antara lain menyetujui penyertaan modal Rp 450 miliar ke Merpati untuk penyewaan 10 unit pesawat. PT Merpati Nusantara Kemudian Kementerian akan melakukan monitoring terhadap penerapan anggaran.
Ada pun rencana penggunaan dana, seperti tertera dalam dokumen itu, terlebih dulu dikonsultasikan dan disetujui Kementerian BUMN. Apabila pengadaan armada sebanyak 10 unit mengalami kendala, harus segera dilaporkan kepada kementerian.
“Pokoknya kami tetap akan berusaha dengan mencari bukti-bukti kelayakan bahwa kasus ini masuknya ke ranah perdata,” ungkap kuasa hukum Hotasi dan Guntur, Lawrens TP Siburian.
Mengatasi BUMN
Menteri BUMN Selesaikan 5 Konflik Direksi BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan - inilah.com/Agus Priatna
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan membantu mengatasi BUMN yang mengalami ketidakharmonisan direksi.
Mengatasi BUMN
"Board of Directors tidak harmonis tak akan dibiarkan. Saya tidak akan bersikap pura-pura tidak tahu," ujar Dahlan, saat Rapat Koordinator Kementerian BUMN dan BUMN, Senin (12/12).
Pihaknya telah membantu lima kasus yang dialami BUMN dengan direksi yang tak harmonis dalam waktu dua bulan. Ia menegaskan, dirinya akan turun tangan sendiri untuk mengatasi ketidakharmonisan tersebut.
Mengatasi BUMN
Dahlan pun mengaku lebih senang bila disebut chairman BUMN. Hal itu dimaksudkan agar pihaknya dapat terjun langsung membantu BUMN.
Dahlan mengaku, pihaknya akan terlebih dahulu membela direktur utama BUMN. Dengan catatan, mereka memiliki visi memajukan BUMN. "Tim ini tak bisa seperti musuh dalam selimut. Kalau ketahuan dirutnya kurang ajar maka dirutnya pergi, saya berbicara seperti ini agar rukun lah," tegas Dahlan.
Dahlan menuturkan, presiden telah menyetujui Keppres terkait aturan jabatan direksi BUMN. "Konsepnya diubah, yang dipilih hanya Dirut, nanti dirut bersama Kementerian BUMN akan susun direksi BUMN," kata Dahlan. dalam Mengatasi BUMN
Mengatasi BUMN
"Board of Directors tidak harmonis tak akan dibiarkan. Saya tidak akan bersikap pura-pura tidak tahu," ujar Dahlan, saat Rapat Koordinator Kementerian BUMN dan BUMN, Senin (12/12).
Pihaknya telah membantu lima kasus yang dialami BUMN dengan direksi yang tak harmonis dalam waktu dua bulan. Ia menegaskan, dirinya akan turun tangan sendiri untuk mengatasi ketidakharmonisan tersebut.
Mengatasi BUMN
Dahlan pun mengaku lebih senang bila disebut chairman BUMN. Hal itu dimaksudkan agar pihaknya dapat terjun langsung membantu BUMN.
Dahlan mengaku, pihaknya akan terlebih dahulu membela direktur utama BUMN. Dengan catatan, mereka memiliki visi memajukan BUMN. "Tim ini tak bisa seperti musuh dalam selimut. Kalau ketahuan dirutnya kurang ajar maka dirutnya pergi, saya berbicara seperti ini agar rukun lah," tegas Dahlan.
Dahlan menuturkan, presiden telah menyetujui Keppres terkait aturan jabatan direksi BUMN. "Konsepnya diubah, yang dipilih hanya Dirut, nanti dirut bersama Kementerian BUMN akan susun direksi BUMN," kata Dahlan. dalam Mengatasi BUMN
Rabu, 16 Mei 2012
Sengketa DPRD
Sengketa pajak DPRD
BANDUNG- Massa yang menamakan dirinya Brigade Gerakan Pemuda Islam (GPI) menyerbu lokasi pembangunan gedung baru DPRD Jawa Barat (Jabar), di Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (8/3/2012). Massa meminta IMB gedung baru DPRD dicabut.
Dalam aksinya, massa memasang spanduk bertuliskan “Tanah Ini Milik Eyang Dirja Kartadiningrat dan Arsinal Noer Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 35P?/TUN/2009 Tertanggal 1 September 2009″.
Selain itu, massa juga menaiki salah satu alat berat yang berada di lokasi tersebut serta minta tanah tersebut dikosongkan.
Akibatnya, kegiatan pembangunan tersebut dihentikan sementara.
Setelah berunjuk rasa di lokasi tersebut, massa berunjuk rasa di depan pintu masuk utama Gedung Sate, sekitar 100 meter dari lokasi unjuk rasa pertama mereka.
Komandan Brigade Gerakan Pemuda Islam Robbi Yustiadi mendesak agar Pemerintah Kota Bandung untuk meninjau dan mencabut IMB yang telah dikeluarkan bagi pembangunan gedung baru DPRD Jawa Barat itu.
“Kami dari Brigade Gerakan Pemuda Islam menolak pembangunan gedung baru DPRD Jabar tersebut,” kata Robbi.
Sengketa Pajak
Korupsi Pajak Berawal dari Sengketa Pajak
Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Darussalam menilai maraknya kasus korupsi pegawai pajak berasal dari sengketa pajak. "Sengketa pajak muncul karena peraturan perpajakan yang multi interpretasi," kata Darussalam saat dihubungi Tempo Senin 5 Maret 2012.
Banyaknya peraturan pajak yang tidak sinkron membuat despute antara wajib pajak dan pegawai pajak mengenai besaran pajak terutang." Akhirnya muncul negosiasi di antara mereka," ujarnya.
Universitas Indonesia
Salah satu peraturan yang memberatkan wajib pajak, menurut Darussalam, adalah potensi ongkos yang harus dikeluarkan wajib pajak ketika mengajukan banding di pengadilan pajak.Universitas Indonesia
Salah satu peraturan yang memberatkan wajib pajak, menurut Darussalam, adalah potensi ongkos yang harus dikeluarkan wajib pajak ketika mengajukan banding di pengadilan pajak.Universitas Indonesia
Darussalam mengatakan peraturan itu mewajibkan wajib pajak membayar ongkos 100 persen lebih dari besaran pajaknya jika kalah di pengadilan. Akibatnya wajib pajak akan melakukan segala upaya untuk menang. ?Ini tidak fair peraturan berlebihan,? katanya.
Universitas Indonesia
Darussalam menilai amandemen peraturan perpajakan segera dilakukan untuk mengurangi banyaknya sengketa pajak. Darussalam merujuk sengketa yang masuk ke pengadilan pajak mencapai angka di atas ribuan kasus
Darussalam menilai amandemen peraturan perpajakan segera dilakukan untuk mengurangi banyaknya sengketa pajak. Darussalam merujuk sengketa yang masuk ke pengadilan pajak mencapai angka di atas ribuan kasus
Sebelumnya Wakil Sekretaris Pengadilan Pajak Winarto Suhendro Fenomena membenarkan kasus pajak mencapai ribuan. Hingga akhir Oktober kasus keberatan yang ditangani pengadilan pajak mencapai 8.516 keberatan.
Jumlah sengketa yang mangkrak setiap tahun meningkat terus. Pada akhir2007 sisa kasus mencapai 4.353, 2008 mencapai 7.011, 2009 mencapai 9.823, dan 2010 sisa sengketa 9.466 kasus.
Menurut Darussalam reformasi peraturan perpajakan lebih mendesak ketimbang pengawasan terhadap perilaku dan kinerja pegawai pajak. "Pengawasan itu sudah banyak, itu sudah cukup," katanya.
Institusi pengawasan pegawai pajak antara lain Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Direktorat Kepatutan Internal Transformasi Sumber Daya (KITSDA) Direktorat Jenderal Pajak, dan Komite Pengawas Perpajakan.
Senin, 14 Mei 2012
Pendidikan Bangsa
SiSTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Benarkah untuk Mencerdaskan Bangsa.
PENDIDIKAN BANGSA
Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 2 Mei setiap
tahunnya telah menjadi momentum untuk memperingatkan segenap negeri akan
pentingnya arti pendidikan bagi anak negeri yang sangat kaya ini. Di
tahun 2003, telah dilahirkan pula Undang-Undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 yang menggantikan UU
No. 2 tahun 1989. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.PENDIDIKAN BANGSA
Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2-5%.
Bila melihat peristiwa yang belum lama terjadi di Indonesia, misalnya kasus tukar guling SMP Negeri 56 Jakarta serta kasus Kampar adalah sebongkah cerminan dari kondisi pendidikan di Indonesia, dimana kalangan pendidik dan kepentingan pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa.
Sementara di berbagai daerah, pendidikan pun masih berada dalam kondisi keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia.
Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini.
Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya, ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternatif, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan.
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Hari Pendidikan Nasional tahun ini di tengah-tengah pertarungan politik Indonesia sudah selayaknya menjadi sebuah tonggak bagi bangkitnya bangsa Indonesia dari keterpurukan serta lepasnya Indonesia dari ?penjajahan?? bangsa asing. Sudah saatnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri dengan sebuah kesejahteraan sejati bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.PENDIDIKAN BANGSA
Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2-5%.
Bila melihat peristiwa yang belum lama terjadi di Indonesia, misalnya kasus tukar guling SMP Negeri 56 Jakarta serta kasus Kampar adalah sebongkah cerminan dari kondisi pendidikan di Indonesia, dimana kalangan pendidik dan kepentingan pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa.
Sementara di berbagai daerah, pendidikan pun masih berada dalam kondisi keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia.
Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini.
Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya, ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternatif, sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan.
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Hari Pendidikan Nasional tahun ini di tengah-tengah pertarungan politik Indonesia sudah selayaknya menjadi sebuah tonggak bagi bangkitnya bangsa Indonesia dari keterpurukan serta lepasnya Indonesia dari ?penjajahan?? bangsa asing. Sudah saatnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri dengan sebuah kesejahteraan sejati bagi seluruh masyarakat Indonesia.
pendidikan di indonesia
Masalah Pendidikan di Indonesia 2011 - 2012,
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.
Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara
di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut
survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai
follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
pendidikan di indonesia
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
pendidikan di indonesia
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Globalisasi ekonomi
GLOBALISASI EKONOMI
Kemudian menjadi global yang artinya secara umum dan keseluruhan , secara bulat , secara garis besar atau bersangkut paut , mengenai , meliputi seluruh dunia Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia atau mendunia , dan akhirnya menjadi globalisasi yang artinya proses masuknya ke ruang lingkup dunia .
Sedang globalisme berarti paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang layak diperhitungkan , terutama untuk bidang ekonomi dan politik .
Globalisasi ekonomi memandang dunia sebagai suatu kesatuan dimana sisi perdagangan dan investasi bergerak menuju pada liberalisasi perdagangan dan investasi dunia secara keseluruhan Instrumen atau terminologi yang berkaitan dengan globalisasi ini antara lain negara tanpa batas , liberalisasi ekonomi , perdagangan bebas , integrasi ekonomi dunia , dan lain – lain.
Read more: http://romadhon-byar.blogspot.com/ http://romadhon-byar.blogspot.com/2011/12/dampak-globalisasi.html#ixzz1uqpWQ670
Pengertian Globalisasi
Globalisasi Ekonomi berasal dari kata globe , yang artinya bola
bumi buatan , peta bumi yang bulat seperti bola ( tiruan bumi ) dunia (
planet bumi ) . Free smsKemudian menjadi global yang artinya secara umum dan keseluruhan , secara bulat , secara garis besar atau bersangkut paut , mengenai , meliputi seluruh dunia Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia atau mendunia , dan akhirnya menjadi globalisasi yang artinya proses masuknya ke ruang lingkup dunia .
Sedang globalisme berarti paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang layak diperhitungkan , terutama untuk bidang ekonomi dan politik .
Proses Globalisasi
Globalisasi yang pada hakikatnya membawa kita ke ruang
lingkup atau tatanan dunia itu dapat diibaratkan seperti pergerakan
udara . Ia bergerak dari satu ruangan , masuk dan kemudian memenuhi
ruangan. lain yang lebih luas dan tidak terbatas
Titik awal lahirnya globalisasi , dimulai dengan ditemukannya alat
komunikasi dan transportasi modern.
Pengertian Globalisasi Ekonomi
Globalisasi ekonomi adalah suatu proses terbentuknya tatanan kehidupan ekonomi yang mendunia an tidak mengenal batas – batas wilayah.Globalisasi ekonomi memandang dunia sebagai suatu kesatuan dimana sisi perdagangan dan investasi bergerak menuju pada liberalisasi perdagangan dan investasi dunia secara keseluruhan Instrumen atau terminologi yang berkaitan dengan globalisasi ini antara lain negara tanpa batas , liberalisasi ekonomi , perdagangan bebas , integrasi ekonomi dunia , dan lain – lain.
Read more: http://romadhon-byar.blogspot.com/ http://romadhon-byar.blogspot.com/2011/12/dampak-globalisasi.html#ixzz1uqpWQ670
Globalisasi indonesia
Dampak Positif dan Negatif Globalisasi bagi Indonesia
Globalisasi indonesia
1. Globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan
Dampak positif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :
- Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
- Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.
- Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.
- Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara yang profesional.
Dampak negatif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :
- Peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara semakin berkurang karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pihak tentara dan polisi.
- Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat secara global. Masyarakat sering kali mengajukan tuntutan kepada pemerintah dan jika tidak dipenuhi, masyarakat cenderung bertindak anarkis sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Globalisasi bidang sosial budaya
Dampak positif globalisasi bidang sosial budaya :
- Meningkatkan pemelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup, pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju.
- Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagtainya.
Dampak negatif globalisasi bidang sosial budaya :
- Semakin mudahnya nilai-nilai barat masuk ke Indonesia baik melalui internet, media televisi, maupun media cetak yang banyak ditiru oleh masyarakat.
- Semaikin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal yang melahirkan gaya hidup berikut ini.
Individualisme : mengutamakan kepentingan diri sendiri
Pragmatisme : melakukan suatu kegiatan yang menguntungkan saja
Hedonisme : Paham yang mengutamakan kepentingan keduniawian semata
Primitif : sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu, kemudian dianggap sebagai sesuatu yang biasa/ wajar
Konsumerisme : pola konsumsi yang sudah melebihi batas
- Semakin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu/ darurat, misalnya sakit,kecelakaan, atau musibah hanya ditangani oleh segelintir orang
3. Globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan
Globalisasi indonesia
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
- Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing mereput pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
- Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
- Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
- Maraknya penyelundupan barang ke Indonesia.
- Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
4. Globalisasi bidang ekonomi sektor produksi
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
- Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
Globalisasi
1. Globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan
Dampak positif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :
- Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
- Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.
- Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.
- Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara yang profesional.
Dampak negatif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :
- Peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara semakin berkurang karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pihak tentara dan polisi.
- Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat secara global. Masyarakat sering kali mengajukan tuntutan kepada pemerintah dan jika tidak dipenuhi, masyarakat cenderung bertindak anarkis sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Globalisasi bidang sosial budaya
Dampak positif globalisasi bidang sosial budaya :
- Meningkatkan pemelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup, pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju.
- Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagtainya.
Dampak negatif globalisasi bidang sosial budaya :
- Semakin mudahnya nilai-nilai barat masuk ke Indonesia baik melalui internet, media televisi, maupun media cetak yang banyak ditiru oleh masyarakat.
- Semaikin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal yang melahirkan gaya hidup berikut ini.
Individualisme : mengutamakan kepentingan diri sendiri
Pragmatisme : melakukan suatu kegiatan yang menguntungkan saja
Hedonisme : Paham yang mengutamakan kepentingan keduniawian semata
Primitif : sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu, kemudian dianggap sebagai sesuatu yang biasa/ wajar
Konsumerisme : pola konsumsi yang sudah melebihi batas
- Semakin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu/ darurat, misalnya sakit,kecelakaan, atau musibah hanya ditangani oleh segelintir orang
3. Globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
- Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing mereput pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
- Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
- Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
- Maraknya penyelundupan barang ke Indonesia.
- Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
4. Globalisasi bidang ekonomi sektor produksi
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
- Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
Sampak korupsi
DAMPAK POSITIF KPK
Dampak Korupsi
Tulisan tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) ini mungkin terlambat. Kasus perseteruan KPK dengan
Polisi telah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Bahkan perkaranya
sudah mendekati putusan final. Perseteruan yang mengakibatkan
dinonaktifkannya dua anggota KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad
Riyanto menyebabkan KPK tidak berfungsi, sebab kehilangan pimpinannya.
Bahkan meskipun banyak yang menyangsikan, Susno Duadji juga diputus
bebas sangsi. Pro kontra tentang hal ini terus merebak. Tetapi yang
penting adalah KPK sebagai institusi penting di dalam pemberantasan
korupsi harus tetap jalan.
Memang harus diakui bahwa salah satu
penyakit kronis yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia semasa Orde Baru
adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penyakit ini terutama
menjangkiti dunia birokrasi yang hampir-hampir tidak bisa disembuhkan.
Era reformasi yang sudah memasuki dekade kedua pun masih tertatih-tatih
dalam menghadapi persoalan KKN ini. KPK memang menjadi superbody dalam
penyelesaian KKN. Meskipun masih terdapat kritik tentang peran KPK dalam
pemberantasan korupsi, namun harus diakui bahwa KPK telah menjadikan
masyarakat Indonesia sedikit dapat menegakkan kepala karena
pemberantasan korupsi.
KPK yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sesungguhnya memiliki tugas yang sangat strategis bagi
usaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera karena
terbebas dari korupsi. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara
profesional, intensif dan berkesinambungan. Jika kita cermati memang
wewenang KPK ternyata luar biasa. Sebagai lembaga yang ditugasi oleh
pemerintah untuk melakukan pencegahan dan eksekusi terhadap tindakan
koruptif, maka dapat membuat siapa sajamerasa gamang.Dampak Korupsi
Lihatlah wewenang KPK dalam melakukan
pencegahan dan eksekusi tindakan koruptif antara lain adalah: melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan, mencekal orang, meminta keterangan
bank dan lembaga keuangan lain bagi tersangka, memblokir keuangan di
bank atau lembaga keuangan, memberhentikan sementara pejabat, meminta
data kekayaan, menghentikan sementara transaksi keuangan, meminta
bantuan interpol Indonesia atau penegak hukum negara lain untuk
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang dan meminta bantuan
kepolisian untuk penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
dalam perkara TPK yang sedang ditangani.
Wewenang KPK yang sedemikian besar tentu
saja bisa membuat orang menjadi jera untuk melalakukan tindakan
koruptif. Jika di masa lalu orang berebut untuk menjadi pimpinan
proyek, maka sekarang orang berebut tidak mau menjadi pimpinan proyek.
Ini adalah sebuah contoh sederhana tentang bagaimana KPK sudah
menjadikan lembaga atau individu merasa berada dalam pengawasan terus
menerus. Apalagi lembaga ini bisa saja menindaklanjuti sebuah
penyimpangan hanya berdasarkan sms pengaduan masyarakat.
Berapa banyak pejabat yang ditahan
bahkan dihukum karena pelanggaran korupsi. Mulai dari anggota DPR,
Menteri, Gubernur, Bupati, Polisi, Tentara, pengusaha hingga pejabat
lainnya. Sebagai institusi yang memiliki kewenangan penuh dalam
menangani dan menyelesaikan kasus tindakan koruptif maka KPK menjadi
lembaga yang sangat ditakuti. Makanya menyebabkan banyak orang yang
terkait dengan persoalan tindakan koruptif merasa tidak nyaman.Dampak korupsi
Itulah sebabnya ketika tiga orang
anggota KPK kemudian dipermasalahkan, Antasari karena kasus pembunuhan
terencana dalam kasus Nasruddin, dan dua lainnya karena dianggap
melampaui wewenang karena melakukan pencekalan terhadap persoalan yang
melilit Bank Century, maka tudingan bahwa ada usaha secara terstruktur
untuk melakukan pengebirian terhadap lembaga super body ini.
Melihat permasalahan yang dihadapi oleh
KPK maka secara provokatif, Majalah Tempo (28/09-04/10-2009) lalu
menulis “KPK di Ujung Tanduk”. Masyarakat tentunya banyak yang memahami
bahwa persoalan KPK sesungguhnya bukan hanya persoalan pemberantasan
korupsi tetapi juga ada dimensi politisnya. Namun yang diperlukan oleh
masyarakat tentunya adalah bagaimana KPK sebagai institusi yang
mengemban amanat masyarakat untuk memberantas korupsi tetap pada
jalurnya, yaitu sebagai organ negara dan masyarakat dalam melakukan
tindakan preventif dan kuratif terhadap berbagai pelanggaran korupsi.
Kita semua sedang menanti, apakah KPK
akan tetap sakti untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi tanpa
pandang bulu. Jadi tetap dalam jalur “Siapa yang menabur angin dialah
yang akan menuai badai.”
Sejarah Korupsi
Sejarah lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia
Orde Lama
Sejarah Korupsi
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran
inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut
dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model
perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras
dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara
langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran,
tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran
berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.begitu...............
Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.[1]KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
sejarah korupsi
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian
(Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan
Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai
katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya
jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR
RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten
mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih
pemberantasan korupsi.Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".
Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).
Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).
Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.
Pemberantasan Korupsi
PEMBERANTASAN KORUPSI
Abstrak PEMBERANTASAN KORUPSI
Jikalau orang
mendengar istilah korupsi biasanya yang tergambar ialah adanya seorang
pejabat tinggi yang rakus menggelapkan uang, mengumpulkan komisi atau
menggunakan uang negara lainnya bagi kepentingan pribadi. Di Indonesia
tindak pidana korupsi kian merajalela, dan karena itu pula rakyat
menuntut pemerintah agar bersikap terbuka dan berupaya memberantas
korupsi. Dengan kata lain perlu adanya serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Istilah Pemberantasan korupsi di
Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan
umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan
pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan
terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka
banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran
tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Persoalan
korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya
tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia
menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama
terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam
lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah
dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta
pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi
meski sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih
jalan ditempat dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan
lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki dampak yang
menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut disempurnakan
dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam
masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang
setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga
merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah
terjangkit penyakit birokrasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ?
2. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia ?
Kajian Teori
A. Pengertian pemberntasan Korupsi
Korupsi berasal
dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari
kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan
tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau
kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya
tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa
Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris :
Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo
(1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung
jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk
penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo
mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan
yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan
unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan
penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain
pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk
kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft),
merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi
keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai
permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam
pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan
(fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana
publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga
yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan
demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana
norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas
menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
B. Jenis-Jenis pemberantasan Korupsi
Menurut UU. No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh
jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis
korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara
pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan
secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan
adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap
untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya
atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang
yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan
terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi
korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4. Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian
barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan
diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis
korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara
atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan
yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa
uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
Demikianlah, pemberantasan korupsi sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis ternyata memiliki
penampakan yang beraneka ragam. Namun meski berubah-ubah, dasar
pijakannya adalah korupsi jenis transaktif dan pemerasan dengan
menyalahgunakan wewenang.
C. Sebab-Akibat Korupsi
Di lingkungan
masyarakat Asia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang dikelola oleh
birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang
menjadi penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang
terdapat di Negara-Negara Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi
patrimonial. Adapun kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini
antara lain tidak mengenal perbedaan antara lingkup “pribadi” dan
lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakmampuan membedakan
antara kewajiban perorangan dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan
antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.
Selain
itu, yang patut diperhatikan ialah korupsi yang bermula dari adanya
konflik loyalitas diantara para pejabat publik. Pandangan-pandangan
feodal yang masih mewarnai pola perilaku para birokrat di Indonesia
mengakibatkan efek konflik loyalitas. Para birokrat kurang mampu
mengidentifikasi kedudukannya sendiri sehingga sulit membedakan antara
loyalitas terhadap keluarga, golongan, partai atau pemerintah.
Akibat
yang paling nyata dari merajalelanya korupsi di tingkat teknis
operasional adalah berkembangnya suasana yang penuh tipu-muslihat dalam
setiap urusan administrasi. Seandainya saja kita meneliti secara cermat,
banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi, seperti :
munculnya pola-pola kejahatan terorganisasi, lambannya tingkat pelayanan
karena pelayanan harus ditembus oleh uang sogok atau pengeruh personal,
berbagai sektor pembangunan menjadi lumpuh karena alat kontrol untuk
mengawasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kelesuan juga
menyelimuti dunia swasta karena mereka tidak lagi melihat pembagian
sumberdaya masyarakat secara adil. Hal ini sejalan dengan pendapat
Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :
1. Korupsi
memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya
hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang tumbuhnya pasaran
nasional.
2.
Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan
bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga karena turunnya
martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut membahayakan stabilitas
politik.
3. Karena
adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing suap dengan
menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial menjadi kendur, dan
efisiensi merosot.
Dengan demikian,
akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa ditelaah secara teoritis
tetapi memang banyak dialami oleh masyarakat yang melemah oleh korupsi.
Dan korupsi itu sendiri bisa menghancurkan keberanian orang untuk
berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang tinggi. Bahkan kerusakan
oleh korupsi yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan,
mental dan akhlak dapat membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak
masuk akal. Sehingga terjadilah ketidakadilan dan kesenjangan yang
sangat besar.
Pembahasan
A. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi dapat
terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di
lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa
Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2.
Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan
birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi
struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4.
Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada
sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5.
Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari
contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang
mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
B. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah
dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya,
yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2.
Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat
kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3.
Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen
tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan
sistematis.
4.
Mendayaguna
Abstrak
Jikalau orang
mendengar istilah korupsi biasanya yang tergambar ialah adanya seorang
pejabat tinggi yang rakus menggelapkan uang, mengumpulkan komisi atau
menggunakan uang negara lainnya bagi kepentingan pribadi. Di Indonesia
tindak pidana korupsi kian merajalela, dan karena itu pula rakyat
menuntut pemerintah agar bersikap terbuka dan berupaya memberantas
korupsi. Dengan kata lain perlu adanya serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Istilah pemberantasan korupsi di
Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan
umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan
pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan
terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka
banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran
tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Persoalan
korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya
tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia
menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama
terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam
lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah
dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta
pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi
meski sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih
jalan ditempat dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan
lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki dampak yang
menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut disempurnakan
dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam
masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang
setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga
merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah
terjangkit penyakit birokrasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ?
2. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia ?
Kajian Teori
A. Pengertian pemberantasanKorupsi
Korupsi berasal
dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari
kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan
tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau
kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya
tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa
Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris :
Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo
(1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung
jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk
penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo
mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan
yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan
unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan
penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain
pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk
kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft),
merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi
keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai
permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam
pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan
(fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana
publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga
yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan
demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana
norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas
menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
B. Jenis-Jenis pemberantasan Korupsi
Menurut UU. No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh
jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis
korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara
pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan
secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan
adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap
untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya
atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang
yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan
terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi
korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4. Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian
barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan
diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis
korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara
atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan
yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa
uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
Demikianlah,
korupsi sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis ternyata memiliki
penampakan yang beraneka ragam. Namun meski berubah-ubah, dasar
pijakannya adalah korupsi jenis transaktif dan pemerasan dengan
menyalahgunakan wewenang.
C. Sebab-Akibat Korupsi
Di lingkungan
masyarakat Asia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang dikelola oleh
birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang
menjadi penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang
terdapat di Negara-Negara Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi
patrimonial. Adapun kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini
antara lain tidak mengenal perbedaan antara lingkup “pribadi” dan
lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakmampuan membedakan
antara kewajiban perorangan dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan
antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.
Selain
itu, yang patut diperhatikan ialah korupsi yang bermula dari adanya
konflik loyalitas diantara para pejabat publik. Pandangan-pandangan
feodal yang masih mewarnai pola perilaku para birokrat di Indonesia
mengakibatkan efek konflik loyalitas. Para birokrat kurang mampu
mengidentifikasi kedudukannya sendiri sehingga sulit membedakan antara
loyalitas terhadap keluarga, golongan, partai atau pemerintah.
Akibat
yang paling nyata dari merajalelanya korupsi di tingkat teknis
operasional adalah berkembangnya suasana yang penuh tipu-muslihat dalam
setiap urusan administrasi. Seandainya saja kita meneliti secara cermat,
banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi, seperti :
munculnya pola-pola kejahatan terorganisasi, lambannya tingkat pelayanan
karena pelayanan harus ditembus oleh uang sogok atau pengeruh personal,
berbagai sektor pembangunan menjadi lumpuh karena alat kontrol untuk
mengawasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kelesuan juga
menyelimuti dunia swasta karena mereka tidak lagi melihat pembagian
sumberdaya masyarakat secara adil. Hal ini sejalan dengan pendapat
Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :
1. Korupsi
memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya
hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang tumbuhnya pasaran
nasional.
2.
Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan
bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga karena turunnya
martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut membahayakan stabilitas
politik.
3. Karena
adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing suap dengan
menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial menjadi kendur, dan
efisiensi merosot.
Dengan demikian,
akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa ditelaah secara teoritis
tetapi memang banyak dialami oleh masyarakat yang melemah oleh korupsi.
Dan korupsi itu sendiri bisa menghancurkan keberanian orang untuk
berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang tinggi. Bahkan kerusakan
oleh korupsi yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan,
mental dan akhlak dapat membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak
masuk akal. Sehingga terjadilah ketidakadilan dan kesenjangan yang
sangat besar.
Pembahasan
A. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi dapat
terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di
lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa
Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2.
Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan
birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi
struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4.
Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada
sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5.
Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari
contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang
mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
B. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah
dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya,
yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2.
Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat
kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3.
Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen
tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan
sistematis.
4.
Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur
politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga
lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5.
Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak
hukum dalam menangani kasus korupsi.
6.
Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus
memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap
penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap
prinsip-prinsip keadilan.
7.
Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah,
ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena
bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat
kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,
diselewengkan atau dikorup.
Kesimpulan
Uraian mengenai
fenomena korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah
menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh
aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi.
Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada
sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai
prangkat pokoknya.
Keburukan
hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya
delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu
untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di
lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah
diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak
drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski
demikian, pemberantasan korupsi jangan menajdi “jalan tak ada ujung”,
melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau
sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.kan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur
politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga
lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5.
Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak
hukum dalam menangani kasus korupsi.
6.
Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus
memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap
penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap
prinsip-prinsip keadilan.
7.
Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah,
ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena
bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat
kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,
diselewengkan atau dikorup.
Kesimpulan
Uraian mengenai
fenomena korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah
menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh
aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi.
Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada
sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai
prangkat pokoknya.
Keburukan
hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya
delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu
untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di
lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah
diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak
drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski
demikian, pemberantasan korupsi jangan menajdi “jalan tak ada ujung”,
melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau
sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)